REKONTRUKSI KERAPATAN ADAT NAGARI DALAM RANGKA MEMPERKUAT KEBERADAAN LEMBAGA PENYELESAIAN SENGKETA ADAT DI MINANGKABAU

Authors

Dr. Hazar Kusmayanti, S.H., M.H.
Fakultas Hukum, Universitas Padjadjaran

Synopsis

Tingkatan pluralisme hukum berbeda antara satu daerah dengan daerah lain. Pandangan pluralisme hukum dapat menjelaskan bagaimanakah hukum yang beraneka ragam secara bersama-sama mengatur suatu perkara, tidak dapat dipungkiri bahwa sistem hukum lain di luar hukum negara yang hidup dalam masyarakat diakui dan dipertahankan oleh masyarakat, maka melalui pandangan pluralisme hukum, dapat diamati bagaimana semua sistem hukum tersebut beroperasi bersama-sama dalam kehidupan sehari-hari1. Hukum-hukum yang tidak berasal dari negara sangat berperan dalam kehidupan sehari-hari. Pada tingkat institusional terdapat berbagai ragam pranata penyelesaian sengketa disamping Peradilan Negara. Sengketa yang disesuaikan pranata-pranata yang otoritasnya bersumber pada adat, agama atau pranata sosial lainnya.
Perkembangan unifikasi kedudukan dan hukum acara dalam aturan UU Drt 1951 yang secara berangsur-angsur menghapus keberadaan pengadilan swapraja dan pengadilan adat yang pernah diakui sebelumnya dalam sistem hukum kolonial. Pembatasan atau penghapusan keberadaan pengadilan swapraja dan pengadilan adat semakin kuat dengan lahirnya Undang-Undang No. 19 Tahun 1964 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Dalam Penjelasan Umum dinyatakan tegas, “…bahwa peradilan adalah peradilan Negara. Dengan demikian tidak ada tempat bagi peradilan swapraja atau peradilan Adat. Apabila peradilan-peradilan itu masih ada, maka selekas mungkin mereka akan dihapuskan, seperti yang secara berangsurangsur telah dilakukan. Ketentuan itu tidaklah bermaksud untuk mengingkari hukum tidak tertulis yang disebut hukum adat. melainkan hanya akan mengalihkan perkembangan dan penerapan hukum itu kepada Pengadilan-pengadilan Negara.” Selain itu, Penjelasan Pasal 1 Undang-undang No. 19 Tahun 1964 pula menyatakan, “Tidak ada tempat bagi peradilan Swapraja yang bersifat faodalistis, atau peradilan Adat yang dilakukan bukan alat perlengkapan Negara.”

Forthcoming

14 November 2022