
PEMENUHAN HAK REPRODUKSI PASANGAN SUAMI ISTRI YANG MENGALAMI INFERTILITAS BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN
Synopsis
Kegiatan bereproduksi atau melanjutkan keturunan merupakan hak setiap pasangan suami istri yang dijamin oleh undang-undang. Negara mempunyai tugas untuk mengatur agar pasangan suami istri diberikan kesempatan yang luas untuk mewujudkan hak dan kebutuhannya dalam memperoleh keturunan, termasuk dalam hal memperoleh pelayanan kesehatan reproduksi sebagai salah satu faktor pendukung untuk melanjutkan keturunan karena tidak semua pasangan suami istri mampu melahirkan keturunan, dikarenakan adanya gangguan kesehatan reproduksi pada suami atau istri yang menyebabkan infertilitas. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Pemerintah telah memberikan jaminan hak bereproduksi bagi pasangan suami istri di Indonesia sebagai upaya melanjutkan keturunan, melalui beberapa pengaturan hukum sebagaimana telah diatur dalam UUD 1945, UU HAM, UU Perkawinan, dan UU Kesehatan. Hak bereproduksi tersebut juga diberikan bagi pasangan suami istri yang mengalami gangguan reproduksi yang tidak dapat melanjutkan keturunan melalui reproduksi secara alami. Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah mengizinkan dilakukannya Teknologi Reproduksi Berbantu, dengan beberapa pilihan cara reproduksi melalui teknologi kedokteran, misalnya fertilisasi in vitro (bayi tabung), TAGIT, dan inseminasi buatan. Ketentuan pada UU No. 36 Tahun 2009 menghendaki upaya pasangan suami istri untuk memenuhi hak reproduksinya dengan melanjutkan keturunan diharuskan melalui perkawinan yang sah dan melarang tindakan Surrogate Mother atau sewa rahim, sebagaimana dalam Pasal 127 UU Kesehatan yang pada intinya melarang untuk melakukan suatu tindakan medik Surrogate Mother yang tidak terikat hubungan perkawinan yang sah. Tindakan medik Surrogate Mother tidak boleh dilakukan di Indonesia, terlebih-lebih obyek yang diperjanjikan sangatlah tidak lazim, yaitu rahim, baik benda maupun difungsikan sebagai jasa.